Sabtu, 23 April 2011

ANTARA CINTA, PETE dan JENGKOL

By : HELMY FENISIA
Hari masih terlalu pagi untuk direnungi, tapi tidak bagi Kiara. Di usianya yang hampir tujuh belas sebulan  lagi dia masih belum menemukan tambatan hati. Hhhh..
Gadis itu menarik nafas panjang. Victoria, sahabatnya yang baru masuk kelas langsung menghempaskan tubuhnya ke bangku.
            “Hei, pagi-pagi sudah bengong. Kenapa sih?” Tegur Victoria begitu duduk di sebelahnya.
            “Sudah hampir tujuh belas tahun, tapi belum punya gebetan. Bagaimana ini Ri?” Kiara balik bertanya. Victoria tersenyum.
            “Itu toh masalahnya. Kirain tadi kenapa?” Victoria menggeleng.
            “Kamu sih, kuper! Main kek ke kelas sebelah. Tepe-tepe alias tebar pesona. Jangan di kelas terus!”
            “Kamu kan tahu Ri, aku enggak suka keluyuran kalau tidak ada tujuan. Lagipula alasan aku apa coba kalau ke kelas sebelah? Anak IPS ke kelas IPA, ngapain?” Kiara memandang sahabatnya.
            “Idih, bolot kok dipelihara?! Di sana kan ada Lara, anak satu kompleks kamu. Pura-pura saja ajak pulang sama-sama. Gampang kan?” Sahut Victoria.
            “Lalu?”
            “Ye, masih minta diajari! Ya kamu tebar pandang, cari yang pas lalu pasang senyum. Kau tahu kan kalau anak IPA keren-keren? Jago olah raga lagi, tidak kayak anak kelas kita. Payah!”
            “Benar juga ucapanmu. Seminggu lalu, aku permisi ke toilet waktu pelajaran Pak Simbolon. Kebetulan anak IPA sedang olah raga. Aku lihat dari jauh kalau Elang, kapten basket sekolah kita sedang melakukan shot yang bagus kali.”
            “Makanya, rugi kalau kamu cuma di kelas pas istirahat atau ke perpus.” “Habis, aku kan bawa bontot dari rumah sih Vic. Sayang kan kalau tidak di makan?”
            “Ampun Kiara,  kamu kan bisa numpang makan di kantin. Kalau kamu takut Bu Mar keberatan, ya kamu beli minuman di kantin. Jadi tidak cuma numpang duduk!”
            “Kukasih tahu ya, waktu istirahat itu waktu yang paling tepat buat kita untuk tepe-tepe. Lagi pula kita bukan saja bisa cuci mata dengan melihat cowok yang setingkat dengan kita. Tapi banyak juga kakak kelas yang wara-wiri di kantin. Jadi kesempatan makin banyak untuk cari yang the best.”
            “Ya, sudah. Aku ke sebelah ya, mau setor muka dulu sama Bintang.” Victoria berlalu untuk menemui pacarnya di IPA II.
            “Ada apa Vic, kok senyum-senyum sendiri?” tanya Kiara ketika sahabatnya sudah kembali ke kelas karena lonceng pelajaran pertama sudah terdengar.
            “Tadi aku bilang ke Bintang, buat kenali kamu sama Elang. Dia juga masih jomblo. Kamu mau kan?”
            “Tapi Vic?”
            “Sudah, kau tenang saja. Biar kami yang atur kelanjutannya. Pokoknya pasti siplah.” Victoria mengangkat jempol tangannya.
            Sabtu siang ketika Kiara santai menikmati novel yang baru dibelinya, telepon genggamnya tiba-tiba berdering.
            “Ki, nanti sore kamu dandan yang cantik ya. Kita double date.” Suara Victoria terdengar ceria.
            “Aku akan ke rumahmu pukul enam. Bintang akan jemput kita di rumahmu dengan Elang pukul  setengah tujuh. Setelah makan malam, kita nonton.”
            “Tapi..”
            “Sudah, tak ada tapi-tapian!” Telepon terputus tanpa basa-basi.           
Pukul empat, Kiara berdiri di depan lemari pakaiannya. Ini kencan pertamanya dengan seorang cowok. Dia harus kelihatan menarik.
            Baju baby doll hadiah dari Tante Mirna dari Singapore menjadi pilihannya. Baju berwarna kuning dengan motif bunga lily dipadu dengan celana lagging berwarna hitam. Sederhana, namun membuatnya kelihatan manis, begitu komentar mama.
            Pukul enam Victoria tiba, Kiara yang sudah siap berdandan menyambutnya.
            “Astaga Ki, kau benar-benar tampil beda. Cantik!” Puji sahabatnya.
            “Yang benar, Ri?” Gadis itu mengangguk.
            “Kira-kira Elang suka tidak ya?” Kiara bertanya sambil memandang sahabatnya.
“Aku yakin Elang pasti suka.” Keduanya lalu menuju kamar Kiara di lantai dua.
Seperti biasa, apa lagi yang dilakukan dua orang remaja putri kalau bertemu selain gossip tentang cowok. Apalagi hari ini Kiara akan kencan dengan Elang, kapten basket sekolah mereka.
            “Menurutmu Ki, Elang itu bagaimana orangnya?” Tanya Victoria.
            “Kalau dari tampang sih, memang keren. Prestasi juga baik, selain itu aku tidak tahu.” Kiara mengangkat bahu.
            “Aku dapat bocoran nih dari Bintang.” Bilang Victoria.
            “Apaan?”
            “He..he..he…ternyata tuh, si Elang diam-diam suka sama kamu.”
            “Ah, yang benar Ri? Masa sih, kenal saja tidak.  Kan  tidak pernah sekelas sejak dia masuk di sekolah kita?”
            “Iya sih, tapi Bintang bilang Elang pernah lihat kamu waktu di perpus pas dia mau pinjam buku. Katanya kamu serius sekali waktu itu, dia cuma bisa pandangi wajah kamu dari jauh, enggak berani negur.” Wajah Kiara bersemu merah.
Apa benar, Elang suka dia? Terus, kapan cowok itu melihatnya di perpus. Kok aku tidak tahu ya? Tanya gadis itu dalam hati.
            “Aku jamin, malam ini bakal jadi malam special buat kalian. Tapi ngomong-ngomong kamu suka tidak pada Elang?”
            “Kalau itu sih, aku belum bisa jawab Ri. Cuma aku suka lihat dia kalau lagi tanding. Semangatnya bisa menular ke teman-teman lain.”
            Bunyi klakson terdengar. Kiara merasa dadanya berdebar tak karuan. Rasanya kakinya lemas ketika berjalan menuju halaman rumah.
            “Hai, girls.” Sapa Bintang begitu keduanya muncul.
            “Kenalkan, Elang. Kapten basket kita. Lang, ini pacarku, Victoria dan sahabatnya Kiara.” Bintang mengenalkan ketiganya.
            “Hai, senang berkenalan dengan kalian. Terutama Kiara.” Elang tersenyum penuh arti.
            Setelah kenalan mereka berangkat. Menuju resto favorit tempat kencan Bintang dan Victoria. Untungnya Bintang, Elang dan Victoria hobby ngelawak. Jadi Kiara bisa merasa santai dan tidak terlalu kaku. Setelah makan mereka nonton.
            Malam minggu itu menjadi malam  yang mengesankan bagi Kiara. Apalagi Elang memperlakukannya dengan sangat manis. Meski belum mengatakan cinta, tapi Elang berharap akan ada kencan selanjutnya. Tapi hanya mereka berdua. Dia dan Kiara.
            Malam minggu berikutnya Elang menjemput Kiara, tanpa ditemani Bintang apalagi Victoria. Kali ini benar-benar kencan mereka berdua.
            “Kau belum makan, kan?” tanya  Elang ketika Kiara sudah ada di mobilnya.
            “Belum.”
            “Di jalan Santana, ada warung lesehan yang baru buka dua bulan lalu. Kata teman-teman suasananya enak, menunya juga aneka ragam. Kau tidak keberatan kan kalau kuajak ke warung lesehan?” Elang memandangnya.
            “Tidak, justru bagus, jadi bisa hemat. Lagipula kalau lesehan pastinya makanan tradisional dan banyak pilihan.” Ucap Kiara.
            “Baguslah, tadinya aku ragu mau ajak kamu ke sana. Ada loh, cewek yang sok gengsi tidak mau makan di warung lesehan.” Bilang Elang.
            Lima belas menit akhirnya mereka sampai. Warung yang menjual nasi dengan berbagai lauk pilihan.
            Si pelayan menyodorkan menu ketika mereka memilih meja di sudut ruangan. Duduk bersila di atas tikar ditemani lampu semprong. Suasana beda yang cukup menyenangkan.
            Kiara memilih nasi uduk berikut ice lemon tea. Sedang Elang,
            “Mbak, aku minta nasi goreng pete. Petenya banyakin ya.”  Ucap cowok itu sambil menyodorkan daftar menu kepada pelayan yang berdiri di sisinya. Kiara kaget. Gila! Cowok seganteng Elang makan pete? Ih! Amit-amit!
            “Oh ya, minumnya sama dengan mbak ini saja. Ice lemon tea.” Ucap Elang lagi.
            “Kenapa?” Tanya Elang  melihat perubahan wajah Kiara.
            “Tidak. Suasana di sini menyenangkan ya? Pantasan ramai.” Kiara memandang sekeliling. Menyembunyikan perasaan hatinya.
            “Ya. Makanannya juga enak.”
            Sepuluh menit kemudian , pesanan mereka sudah ada di meja. Nasi goreng pete pesanan Elang benar-benar penuh pete. Ini nasi goreng pete, atau pete goreng pakai nasi ? Pikir Kiara dalam hati.
            Lahap cowok itu menyantapnya. Perut Kiara mual melihat pete-pete yang masuk ke mulut Elang. Cowok itu dengan lincah menggigitnya. Seperti makan kacang saja layaknya. Tak tahan, Kiara membuang pandang. Nafsu makannya tiba-tiba hilang.
            “Hei, Ki. Kenapa makananmu dibiarin begitu?” Tegur cowok itu. Kiara berpaling, memandang cowok di depannya.
            “Ng, apa?”
            “Kenapa makananmu dibiarin begitu, tidak enak ya?” Aroma pete yang khas menyembur dari mulut Elang.
            “Ukhhh.” Kiara terbatuk. Segera ia menutup mulut dan hidungnya.         “Kenapa, kamu sakit ya?”  Gadis itu menggeleng. Wajahnya merah.
            “Kiara, kamu tidak apa-apa kan?” Khawatir, Elang langsung duduk di sampingnya dan mengelus punggungnya.
            Maka sempurnalah mual Kiara. Gadis itu hanya bisa menggeleng. Lalu mendorong cowok itu menjauh.
            “Aku mau ke toilet.” Ucap Kiara sambil berlalu.
            Uh…kencanku rusak gara-gara pete sialan itu! Sungut Kiara dalam hati setelah dia keluarkan makanan di perutnya.
            “Kau tak apa-apa kan, Kiara?” Elang memandangnya khawatir.  Untungnya Kiara sudah mengeluarkan jurus jitu untuk menahan nafas.
            “Tidak.”  Gadis itu menggeleng lalu tersenyum. “Mungkin pencernaanku sedikit terganggu.” Jawabnya.
            “Kalau begitu kau harus rajin makan pete. Pete bagus untuk pencernaan, punya khasiat mencegah berbagai jenis penyakit. Seperti, depresi, Anemia, tekanan darah tinggi, sembelit, kegemukan,       luka lambung dan berbagai penyakit lainnya. Pokoknya pete is the best.”  Ucap cowok itu sambil memasukkan dua biji pete dalam mulutnya.  Ih, maniak pete! Sungut Kiara dalam hati.
            Victoria terkekeh ketika Kiara menceritakan kencannya begitu mereka bertemu Senin.
            “Ha..ha..ha..tidak disangka ya, cowok sekeren dan sengetop Elang doyan pete.” Gadis itu terbahak.
 “Aku bisa bayangkan Ki, nasi goreng pete yang kau katakan itu. Gila, kalau aku sih sudah kutinggal dia.”
            “Tapi aku terlanjur suka pada dia Ri, terlepas dari hobby-nya makan pete. Elang cowok yang baik.”
            “He..he..he..kayaknya kau mulai jatuh cinta ya sama si Raja Pete?” Goda Victoria. Wajah Kiara bersemu merah.
            “Kalau begitu ya, tahankanlah bau naga yang bakal dia sembur saat makan pete.” Ucap Victoria lagi-lagi menggoda.
            “Sudah, sekarang kantin yuk! Bawa sekalian bontotmu. Aku ke sebelah dulu cari Bintang biar kita makan sama-sama.”
            Elang baru selesai ganti pakaian olah raga ketika Bintang, Victoria dan Kiara menuju kantin.
            “Hei, aku ikut.” Teriak cowok itu.
            “Kalian di sini saja, biar kami yang antri beli makan. Mau minum apa Ki?” Tanya Elang pada Kiara. Sedang Victoria diurus Bintang, pacarnya.
            “Teh botol saja.” 
            Beberapa menit kemudian dua cowok itu sudah kembali ke meja mereka. Victoria mengulum tawa ketika mata Kiara melotot dan wajahnya meringis melihat di piring makan Elang ada dua tusuk sate jengkol buatan Bu Mar.
            Ya Tuhan…kenapa cowok seganteng Elang kok suka makanan yang bau-bau sih? Keluh Kiara.
            “Nih, buat kamu satu. Dicoba, enak loh sate jengkol buatan Bu Mar.” Elang menyodorkan setusuk sate jengkol ke dalam kotak makan Kiara.
            “Eh, aku…aku alergi jengkol.” Ucap Kiara bohong.  Cepat-cepat mengembalikannya ke piring cowok itu.
            “Alergi? Kok bisa? Sayang ya, padahal enak loh. Oh ya, nasi goreng pete kemarin kau harus mencobanya. Rasanya beda dengan nasi goreng pete yang pernah kumakan sebelumnya. ” Ucap Elang sambil mengunyah jengkolnya.
            Kiara memandang Victoria yang duduk di hadapannya sambil senyum ditahan.
Untunglah  tak lama lonceng masuk sudah terdengar.
            “Huuuh! Aku bisa mati cengap kalau jadi pacar dia Ri!” Keluh Kiara begitu sampai di kelas.
            “Ha..ha..ha..sudahlah Kiara. Take it easy girl. Masa kamu kalah sama pete dan jengkol? Kalau kamu benar-benar suka Elang, pastinya kamu bisa kan terima apa adanya dia? Termasuk makanan kesukaannya yang serba bau itu.”
            “Tapi Ri, kalau tiap kencan dia makan pete atau jengkol bagaimana?”
            “Enggak sampai segitunya kali Ki. Masa sih tiap malam minggu dia makan pete atau jengkol? Memangnya itu ritual buat dapatkan hati kamu? Ada – ada saja.” Celoteh Victoria.
            “Nah, sekarang kamu pikir sendiri, mau lanjut pedekate sama Elang yang diimpikan seantero cewek di sekolah ini. Atau kamu mau mundur cuma gara-gara pete sama jengkol?” Victoria memandang Kiara .
 Gadis itu diam tak berkata.  Dia terlanjur sayang pada Elang, meski belum resmi jadian, tapi perhatian Elang yang khusus padanya membuat dia merasa terbang di awan-awan. Lagipula, dari sekian banyak cewek cantik di sekolah yang suka pada cowok itu, Elang  memilihnya. Gadis yang boleh dibilang sederhana.
Tahu ah, binguuuung!!! Pekik Kiara sambil memukul meja beberapa kali karena kesal. Victoria tertawa, kasihan Kiara. Cintanya harus berhadapan dengan pete dan jengkol. Dasar nasib…..
           
           
           


           
                       
           

           
           
                                                           
           

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar