Senin, 02 Januari 2012

Curahan Hati Untuk Tuhan

Dear Tuhan,
             Apakah aku terlalu egois, bila aku tak ingin dia ada lagi di hidupku, meski pun hanya sebagai sahabat seperti waktu dulu. Apakah aku terlalu egois jika tak ingin mendengar apa pun tentangnya, padahal dulu ia adalah pendengarku.
            Tuhan, aku hanya tidak bisa mengingkari kalau perasaan itu masih ada untuknya. Aku hanya takut bila dia ada, maka asa itu akan terus tumbuh dan aku tak dapat mengendalikannya. Dia bisa kembali menganggapku sahabat, tapi aku tidak.
            Aku tak mengerti mengapa dia harus mengganggu hidupku lagi, mengaku bernama John Brake di Face Book, tanpa info lengkap apalagi foto. Ia mengajakku ngobrol. Berusaha mengorek keadaanku saat ini. Bertanya padaku apakah aku sudah menikah ataukah masih sendiri.
            Kau tahu Tuhan, meski pun dia sempat berbohong dan menutupi jati dirinya. Nyatanya aku bisa menebak kalau dia adalah orang yang pernah kau tempatkan di sisiku. Tentu saja, aku tahu gaya bahasa dan caranya bicara. Aku tahu semua tentangnya, sebab dia ada di hidupku tiga belas tahun lamanya. Dia mengaku orang Malaysia. Orang Malaysia yang bekerja di luar negeri selama tiga tahun. Saat aku memintanya berbahasa melayu, dia menjawab kalau dia sudah lupa dengan bahasa negaranya. Tuhan, kenapa si bodoh itu bisa membuat alasan yang membuatku tertawa dan langsung menebak kalau memang itu dirinya.
            Dia tetap mengelak saat aku menyebut namanya ROEL MILLARE ABARDO, namun akhirnya berkata,” If I am him, what will you do?”
            “Even in this world no more men except him, I will not let him in my life again.”
            Kuharap ia mengerti dengan pernyataanku. “You hate him so much?”
            Apakah aku harus menjawab pertanyaan itu ? Apakah dia ingin menguji perasaanku padanya? Apakah aku bisa membencinya, bila cinta yang kupunya mengalahkan rasa sakit yang pernah ia torehkan di hatiku.
            “Tell Roel, i already forgive him.” Ucapku padanya.
            “Are you married?” Pertanyaan yang sama yang ia lontarkan beberapa kali sebelumnya. Pertanyaan yang sengaja tak ingin kujawab.
            “Why do you want to know about it so much?”
            “I just want to know  you are happy or not.” Ucapnya.
            “Why, feel guilty for leaving me?”
            “Long distance relationship sometimes works, but sometimes not. It’s destiny.” Pembelaan diri yang baik. Tapi bukan takdir yang menentukan cinta jarak jauh berhasil atau tidak. Keberanian, hanya keberanian yang bisa menentukan keberhasikan cinta jarak jauh. Apakah kau berani menempuh jutaan mil untuk meraih cintamu. Apakah kau berani menerima resiko untuk kehilangan apa yang kau miliki demi cintamu. Apakah kau cukup berani untuk tidak melihat sekelilingmu yang mungkin lebih baik dari dirinya, dan berkomitmen untuk tetap menjaga perasaanmu demi dia yang jauh. Nyatanya lelaki  yang pernah kukenal tiga belas tahun ini tidak cukup punya keberanian.Dia bahkan belum pernah mencoba untuk menemuiku, bagaimana mungkin dia tahu kalau cinta jarak jauh kami tak akan berhasil. Dia seorang pengecut.
            “Tell Roel, thanks for the reason. Now I know how coward man  I saw in him.”
            “How if you are the only he loves.”  Jika dia orang lain dan  bukan Roel, untuk apa dia mengatakan hal ini . Apa urusannya dengan perasaan Roel padaku. Dasar, bahkan untuk mengakui dirinya pun dia tak berani. Tak heran dia tak punya keberanian untuk mengambil resiko demi cinta kami.
            Tuhan, haruskah aku tersentuh dengan kata – katanya? Sesungguhnya, getar itu masih ada namun berganti dengan rasa sakit yang luar biasa. Jika memang aku yang dia cinta, lalu mengapa harus Ivy yang ia pilih untuk ada di sisinya. Jika memang aku yang ia cinta mengapa harus Ivy yang memberi anak untuknya.
            Aku  tak mengerti mengapa ia katakan jika hanya aku yang ia cinta. Masih inginkah ia membangunkan istana di langit untukku. Setelah istana yang dulu ia bangun di atas mimpi hancur terporak oleh pengkhianatannya. Masihkah ia berharap aku tak membencinya?
            “Tell him, I don’t need his love again, not at all.”
            “Why, are you married?” Dia mengejarku lagi dengan pertanyaan itu. Sepertinya dia masih penasaran dengan statusku.
            Aku tak tahu apa tujuan pertanyaannya. Apakah sekedar ingin tahu, ataukah ini demi mengusir rasa bersalahnya telah meninggalkanku. Rasanya aku belum ingin menjawab.  Tuhan, ampuni aku jika aku ingin mempermainkannya sejenak dengan rasa penasarannya.
            “I think, it’s not your business.”
            “I need to know..” Ucapnya ngotot.
            “You want to know because you feel guilty right?”
            “Don’t worry. I have some one now.”  Aku terpaksa membohonginya.
            “You love him?”
            “He loves me, it’s enough.”
            “How is your feeling to him?”
            “I love him too.” Ucapku akhirnya.
            “How much you love him?”
            “As much as he loves me.”  
Aku mulai jengkel dengan pertanyaannya. Heran, untuk apa dia mengorek – ngorek perasaanku. Apakah dia ingin aku menjawab kalau hanya dia yang kucinta? Tidak percayakah dia kalau aku juga bisa mencintai orang lain ?
“I Hope you will not bother me again. Even as my friend I don’t want.”
Tuhan, aku  berharap engkau membawanya pergi dari hidupku. Roel, bukan orang yang mudah menyerah. Dia ingin kembali di hidupku sebagai sahabat. Seperti yang pernah ia katakan padaku sebelum akhirnya kami benar – benar kehilangan kontak beberapa tahun yang lalu.
Bagaimana aku bisa menerimanya sebagai sahabat jika perasaan itu masih ada. Lagipula, seseorang yang kukatakan padanya hanyalah ucapanku saja agar ia berpikir begitu. Hingga kini pun, aku masih belum bisa membiarkan diriku mencintai siapapun.
Tuhan, kau sendiri tahu bagaimana sakit yang kurasa ketika ia mengatakan padaku kalau ada seseorang di hatinya selain aku tepat di hari jadi kami yang ketiga. Betapa aku terluka ketika ia memintaku mengizinkannya menikah dengan Ivy. Bapa, apa yang bisa kulakukan . Melarangnya? Apakah aku sanggup mengalahkan pesona Ivy yang ada di sisinya sementara aku begitu jauh.
Aku bertanya, ke manakah nurani dan hatinya berada ketika ia bercerita Ivy tengah mengandung anaknya. Tidak tahukah ia kalau aku bakal terluka. Tidak cukupkah ia menyakitiku dengan pengkhianatan, pernikahan dan semua kebahagiaan yang ia rasa di atas lukaku?
Saat ini, aku benar – benar ingin ia pergi dari hidupku. Tidak ada untungnya dia ada di hidupku. Aku memang rindu dia, tapi bukan berarti aku senang dia kembali ada di hidupku. Biarlah kami melangkah di jalan kami masing – masing.
Tuhan, meski benar dia masih mencintaiku ubahlah cinta itu dan berikanlah pada istrinya. Sebab aku tahu, Ivylah yang paling layak menerima cintanya. Kau tahu Tuhan, Roel orang yang egois, dia selalu melihat kekurangan istrinya dan mengeluh. Ajarkan dia membuka mata dan hatinya, untuk melihat sisi lain Ivy. Walau wanita itu telah merebutnya dariku, aku tak ingin Roel menyia-nyiakannya.  Bagaimana pun Ivy adalah ibu anaknya. Biarlah cinta tumbuh di antara mereka.
Untukku, aku yakin akan ada seseorang yang Kau ciptakan bagiku. Aku akan sabar menunggu hingga waktunya tiba. Sampai saat itu aku akan sabar menunggu. Karena aku tahu, segala sesuatu akan indah pada waktunya.

Apakah aku terlalu egois, bila aku tak ingin dia ada lagi di hidupku, meski pun hanya sebagai sahabat seperti waktu dulu. Apakah aku terlalu egois jika tak ingin mendengar apa pun tentangnya, padahal dulu ia adalah pendengarku.
            Tuhan, aku hanya tidak bisa mengingkari kalau perasaan itu masih ada untuknya. Aku hanya takut bila dia ada, maka asa itu akan terus tumbuh dan aku tak dapat mengendalikannya. Dia bisa kembali menganggapku sahabat, tapi aku tidak.
            Aku tak mengerti mengapa dia harus mengganggu hidupku lagi, mengaku bernama John Brake di Face Book, tanpa info lengkap apalagi foto. Ia mengajakku ngobrol. Berusaha mengorek keadaanku saat ini. Bertanya padaku apakah aku sudah menikah ataukah masih sendiri.
            Kau tahu Tuhan, meski pun dia sempat berbohong dan menutupi jati dirinya. Nyatanya aku bisa menebak kalau dia adalah orang yang pernah kau tempatkan di sisiku. Tentu saja, aku tahu gaya bahasa dan caranya bicara. Aku tahu semua tentangnya, sebab dia ada di hidupku tiga belas tahun lamanya. Dia mengaku orang Malaysia. Orang Malaysia yang bekerja di luar negeri selama tiga tahun. Saat aku memintanya berbahasa melayu, dia menjawab kalau dia sudah lupa dengan bahasa negaranya. Tuhan, kenapa si bodoh itu bisa membuat alasan yang membuatku tertawa dan langsung menebak kalau memang itu dirinya.
            Dia tetap mengelak saat aku menyebut namanya ROEL MILLARE ABARDO, namun akhirnya berkata,” If I am him, what will you do?”
            “Even in this world no more men except him, I will not let him in my life again.”
            Kuharap ia mengerti dengan pernyataanku. “You hate him so much?”
            Apakah aku harus menjawab pertanyaan itu ? Apakah dia ingin menguji perasaanku padanya? Apakah aku bisa membencinya, bila cinta yang kupunya mengalahkan rasa sakit yang pernah ia torehkan di hatiku.
            “Tell Roel, i already forgive him.” Ucapku padanya.
            “Are you married?” Pertanyaan yang sama yang ia lontarkan beberapa kali sebelumnya. Pertanyaan yang sengaja tak ingin kujawab.
            “Why do you want to know about it so much?”
            “I just want to know  you are happy or not.” Ucapnya.
            “Why, feel guilty for leaving me?”
            “Long distance relationship sometimes works, but sometimes not. It’s destiny.” Pembelaan diri yang baik. Tapi bukan takdir yang menentukan cinta jarak jauh berhasil atau tidak. Keberanian, hanya keberanian yang bisa menentukan keberhasikan cinta jarak jauh. Apakah kau berani menempuh jutaan mil untuk meraih cintamu. Apakah kau berani menerima resiko untuk kehilangan apa yang kau miliki demi cintamu. Apakah kau cukup berani untuk tidak melihat sekelilingmu yang mungkin lebih baik dari dirinya, dan berkomitmen untuk tetap menjaga perasaanmu demi dia yang jauh. Nyatanya lelaki  yang pernah kukenal tiga belas tahun ini tidak cukup punya keberanian.Dia bahkan belum pernah mencoba untuk menemuiku, bagaimana mungkin dia tahu kalau cinta jarak jauh kami tak akan berhasil. Dia seorang pengecut.
            “Tell Roel, thanks for the reason. Now I know how coward man  I saw in him.”
            “How if you are the only he loves.”  Jika dia orang lain dan  bukan Roel, untuk apa dia mengatakan hal ini . Apa urusannya dengan perasaan Roel padaku. Dasar, bahkan untuk mengakui dirinya pun dia tak berani. Tak heran dia tak punya keberanian untuk mengambil resiko demi cinta kami.
            Tuhan, haruskah aku tersentuh dengan kata – katanya? Sesungguhnya, getar itu masih ada namun berganti dengan rasa sakit yang luar biasa. Jika memang aku yang dia cinta, lalu mengapa harus Ivy yang ia pilih untuk ada di sisinya. Jika memang aku yang ia cinta mengapa harus Ivy yang memberi anak untuknya.
            Aku  tak mengerti mengapa ia katakan jika hanya aku yang ia cinta. Masih inginkah ia membangunkan istana di langit untukku. Setelah istana yang dulu ia bangun di atas mimpi hancur terporak oleh pengkhianatannya. Masihkah ia berharap aku tak membencinya?
            “Tell him, I don’t need his love again, not at all.”
            “Why, are you married?” Dia mengejarku lagi dengan pertanyaan itu. Sepertinya dia masih penasaran dengan statusku.
            Aku tak tahu apa tujuan pertanyaannya. Apakah sekedar ingin tahu, ataukah ini demi mengusir rasa bersalahnya telah meninggalkanku. Rasanya aku belum ingin menjawab.  Tuhan, ampuni aku jika aku ingin mempermainkannya sejenak dengan rasa penasarannya.
            “I think, it’s not your business.”
            “I need to know..” Ucapnya ngotot.
            “You want to know because you feel guilty right?”
            “Don’t worry. I have some one now.”  Aku terpaksa membohonginya.
            “You love him?”
            “He loves me, it’s enough.”
            “How is your feeling to him?”
            “I love him too.” Ucapku akhirnya.
            “How much you love him?”
            “As much as he loves me.”  
Aku mulai jengkel dengan pertanyaannya. Heran, untuk apa dia mengorek – ngorek perasaanku. Apakah dia ingin aku menjawab kalau hanya dia yang kucinta? Tidak percayakah dia kalau aku juga bisa mencintai orang lain ?
“I Hope you will not bother me again. Even as my friend I don’t want.”
Tuhan, aku  berharap engkau membawanya pergi dari hidupku. Roel, bukan orang yang mudah menyerah. Dia ingin kembali di hidupku sebagai sahabat. Seperti yang pernah ia katakan padaku sebelum akhirnya kami benar – benar kehilangan kontak beberapa tahun yang lalu.
Bagaimana aku bisa menerimanya sebagai sahabat jika perasaan itu masih ada. Lagipula, seseorang yang kukatakan padanya hanyalah ucapanku saja agar ia berpikir begitu. Hingga kini pun, aku masih belum bisa membiarkan diriku mencintai siapapun.
Tuhan, kau sendiri tahu bagaimana sakit yang kurasa ketika ia mengatakan padaku kalau ada seseorang di hatinya selain aku tepat di hari jadi kami yang ketiga. Betapa aku terluka ketika ia memintaku mengizinkannya menikah dengan Ivy. Bapa, apa yang bisa kulakukan . Melarangnya? Apakah aku sanggup mengalahkan pesona Ivy yang ada di sisinya sementara aku begitu jauh.
Aku bertanya, ke manakah nurani dan hatinya berada ketika ia bercerita Ivy tengah mengandung anaknya. Tidak tahukah ia kalau aku bakal terluka. Tidak cukupkah ia menyakitiku dengan pengkhianatan, pernikahan dan semua kebahagiaan yang ia rasa di atas lukaku?
Saat ini, aku benar – benar ingin ia pergi dari hidupku. Tidak ada untungnya dia ada di hidupku. Aku memang rindu dia, tapi bukan berarti aku senang dia kembali ada di hidupku. Biarlah kami melangkah di jalan kami masing – masing.
Tuhan, meski benar dia masih mencintaiku ubahlah cinta itu dan berikanlah pada istrinya. Sebab aku tahu, Ivylah yang paling layak menerima cintanya. Kau tahu Tuhan, Roel orang yang egois, dia selalu melihat kekurangan istrinya dan mengeluh. Ajarkan dia membuka mata dan hatinya, untuk melihat sisi lain Ivy. Walau wanita itu telah merebutnya dariku, aku tak ingin Roel menyia-nyiakannya.  Bagaimana pun Ivy adalah ibu anaknya. Biarlah cinta tumbuh di antara mereka.
Untukku, aku yakin akan ada seseorang yang Kau ciptakan bagiku. Aku akan sabar menunggu hingga waktunya tiba. Sampai saat itu aku akan sabar menunggu. Karena aku tahu, segala sesuatu akan indah pada waktunya.
              Apakah aku terlalu egois, bila aku tak ingin dia ada lagi di hidupku, meski pun hanya sebagai sahabat seperti waktu dulu. Apakah aku terlalu egois jika tak ingin mendengar apa pun tentangnya, padahal dulu ia adalah pendengarku.
            Tuhan, aku hanya tidak bisa mengingkari kalau perasaan itu masih ada untuknya. Aku hanya takut bila dia ada, maka asa itu akan terus tumbuh dan aku tak dapat mengendalikannya. Dia bisa kembali menganggapku sahabat, tapi aku tidak.
            Aku tak mengerti mengapa dia harus mengganggu hidupku lagi, mengaku bernama John Brake di Face Book, tanpa info lengkap apalagi foto. Ia mengajakku ngobrol. Berusaha mengorek keadaanku saat ini. Bertanya padaku apakah aku sudah menikah ataukah masih sendiri.
            Kau tahu Tuhan, meski pun dia sempat berbohong dan menutupi jati dirinya. Nyatanya aku bisa menebak kalau dia adalah orang yang pernah kau tempatkan di sisiku. Tentu saja, aku tahu gaya bahasa dan caranya bicara. Aku tahu semua tentangnya, sebab dia ada di hidupku tiga belas tahun lamanya. Dia mengaku orang Malaysia. Orang Malaysia yang bekerja di luar negeri selama tiga tahun. Saat aku memintanya berbahasa melayu, dia menjawab kalau dia sudah lupa dengan bahasa negaranya. Tuhan, kenapa si bodoh itu bisa membuat alasan yang membuatku tertawa dan langsung menebak kalau memang itu dirinya.
            Dia tetap mengelak saat aku menyebut namanya ROEL MILLARE ABARDO, namun akhirnya berkata,” If I am him, what will you do?”
            “Even in this world no more men except him, I will not let him in my life again.”
            Kuharap ia mengerti dengan pernyataanku. “You hate him so much?”
            Apakah aku harus menjawab pertanyaan itu ? Apakah dia ingin menguji perasaanku padanya? Apakah aku bisa membencinya, bila cinta yang kupunya mengalahkan rasa sakit yang pernah ia torehkan di hatiku.
            “Tell Roel, i already forgive him.” Ucapku padanya.
            “Are you married?” Pertanyaan yang sama yang ia lontarkan beberapa kali sebelumnya. Pertanyaan yang sengaja tak ingin kujawab.
            “Why do you want to know about it so much?”
            “I just want to know  you are happy or not.” Ucapnya.
            “Why, feel guilty for leaving me?”
            “Long distance relationship sometimes works, but sometimes not. It’s destiny.” Pembelaan diri yang baik. Tapi bukan takdir yang menentukan cinta jarak jauh berhasil atau tidak. Keberanian, hanya keberanian yang bisa menentukan keberhasikan cinta jarak jauh. Apakah kau berani menempuh jutaan mil untuk meraih cintamu. Apakah kau berani menerima resiko untuk kehilangan apa yang kau miliki demi cintamu. Apakah kau cukup berani untuk tidak melihat sekelilingmu yang mungkin lebih baik dari dirinya, dan berkomitmen untuk tetap menjaga perasaanmu demi dia yang jauh. Nyatanya lelaki  yang pernah kukenal tiga belas tahun ini tidak cukup punya keberanian.Dia bahkan belum pernah mencoba untuk menemuiku, bagaimana mungkin dia tahu kalau cinta jarak jauh kami tak akan berhasil. Dia seorang pengecut.
            “Tell Roel, thanks for the reason. Now I know how coward man  I saw in him.”
            “How if you are the only he loves.”  Jika dia orang lain dan  bukan Roel, untuk apa dia mengatakan hal ini . Apa urusannya dengan perasaan Roel padaku. Dasar, bahkan untuk mengakui dirinya pun dia tak berani. Tak heran dia tak punya keberanian untuk mengambil resiko demi cinta kami.
            Tuhan, haruskah aku tersentuh dengan kata – katanya? Sesungguhnya, getar itu masih ada namun berganti dengan rasa sakit yang luar biasa. Jika memang aku yang dia cinta, lalu mengapa harus Ivy yang ia pilih untuk ada di sisinya. Jika memang aku yang ia cinta mengapa harus Ivy yang memberi anak untuknya.
            Aku  tak mengerti mengapa ia katakan jika hanya aku yang ia cinta. Masih inginkah ia membangunkan istana di langit untukku. Setelah istana yang dulu ia bangun di atas mimpi hancur terporak oleh pengkhianatannya. Masihkah ia berharap aku tak membencinya?
            “Tell him, I don’t need his love again, not at all.”
            “Why, are you married?” Dia mengejarku lagi dengan pertanyaan itu. Sepertinya dia masih penasaran dengan statusku.
            Aku tak tahu apa tujuan pertanyaannya. Apakah sekedar ingin tahu, ataukah ini demi mengusir rasa bersalahnya telah meninggalkanku. Rasanya aku belum ingin menjawab.  Tuhan, ampuni aku jika aku ingin mempermainkannya sejenak dengan rasa penasarannya.
            “I think, it’s not your business.”
            “I need to know..” Ucapnya ngotot.
            “You want to know because you feel guilty right?”
            “Don’t worry. I have some one now.”  Aku terpaksa membohonginya.
            “You love him?”
            “He loves me, it’s enough.”
            “How is your feeling to him?”
            “I love him too.” Ucapku akhirnya.
            “How much you love him?”
            “As much as he loves me.”  
Aku mulai jengkel dengan pertanyaannya. Heran, untuk apa dia mengorek – ngorek perasaanku. Apakah dia ingin aku menjawab kalau hanya dia yang kucinta? Tidak percayakah dia kalau aku juga bisa mencintai orang lain ?
“I Hope you will not bother me again. Even as my friend I don’t want.”
Tuhan, aku  berharap engkau membawanya pergi dari hidupku. Roel, bukan orang yang mudah menyerah. Dia ingin kembali di hidupku sebagai sahabat. Seperti yang pernah ia katakan padaku sebelum akhirnya kami benar – benar kehilangan kontak beberapa tahun yang lalu.
Bagaimana aku bisa menerimanya sebagai sahabat jika perasaan itu masih ada. Lagipula, seseorang yang kukatakan padanya hanyalah ucapanku saja agar ia berpikir begitu. Hingga kini pun, aku masih belum bisa membiarkan diriku mencintai siapapun.
Tuhan, kau sendiri tahu bagaimana sakit yang kurasa ketika ia mengatakan padaku kalau ada seseorang di hatinya selain aku tepat di hari jadi kami yang ketiga. Betapa aku terluka ketika ia memintaku mengizinkannya menikah dengan Ivy. Bapa, apa yang bisa kulakukan . Melarangnya? Apakah aku sanggup mengalahkan pesona Ivy yang ada di sisinya sementara aku begitu jauh.
Aku bertanya, ke manakah nurani dan hatinya berada ketika ia bercerita Ivy tengah mengandung anaknya. Tidak tahukah ia kalau aku bakal terluka. Tidak cukupkah ia menyakitiku dengan pengkhianatan, pernikahan dan semua kebahagiaan yang ia rasa di atas lukaku?
Saat ini, aku benar – benar ingin ia pergi dari hidupku. Tidak ada untungnya dia ada di hidupku. Aku memang rindu dia, tapi bukan berarti aku senang dia kembali ada di hidupku. Biarlah kami melangkah di jalan kami masing – masing.
Tuhan, meski benar dia masih mencintaiku ubahlah cinta itu dan berikanlah pada istrinya. Sebab aku tahu, Ivylah yang paling layak menerima cintanya. Kau tahu Tuhan, Roel orang yang egois, dia selalu melihat kekurangan istrinya dan mengeluh. Ajarkan dia membuka mata dan hatinya, untuk melihat sisi lain Ivy. Walau wanita itu telah merebutnya dariku, aku tak ingin Roel menyia-nyiakannya.  Bagaimana pun Ivy adalah ibu anaknya. Biarlah cinta tumbuh di antara mereka.
Untukku, aku yakin akan ada seseorang yang Kau ciptakan bagiku. Aku akan sabar menunggu hingga waktunya tiba. Sampai saat itu aku akan sabar menunggu. Karena aku tahu, segala sesuatu akan indah pada waktunya.

3 komentar:

  1. mbak... kok sama dng cerita hidupku.
    dia yg berjarak ratusan mil meninggalkanku awal mei (tepatnya 2 mei) lalu utk orang lain.

    semoga aku kuat spt mbak.

    BalasHapus
  2. apakah mbak pernah bertemu dng roel millardo a tsb?

    kalo aku blum pernah btemu dia yg beralih ke orang mbak. mgkin itu yg buatku kuat.

    dia tinggal di benua A, sungguh amat jauh dari Indo.

    BalasHapus
  3. ach mbak tapi kadang kuat kadang gak.
    yg namanya wanita penuh perasaan.

    mungkin krn terlanjur percaya sama dia yg jauh, meletakkan harapan padanya tanpa menoleh ke orang lain itu yg mungkin membuat sakit krn kesetiaanku jadi spt tak ada harganya.

    BalasHapus